Jumat, 08 November 2013

Kisah cinta Jaka Budug (Cerita Rakyat Ngawi)

Kisah cinta Jaka Budug (Cerita Rakyat Ngawi)


Jaka Budug adalah seorang pemuda miskin yang mengidap penyakit budug (sejenis penyakit
kudis). Sebab itulah ia dipanggil dengan nama Jaka Budug. Meskipun kondisinya demikian,
Jaka Budug berhasil menikahi seorang putri raja. Bagaimana Jaka Budug dapat menikahi putri
raja itu? Ikuti kisahnya dalam cerita Jaka Budug dan Putri Kemuning berikut ini!
* * *
Alkisah, di daerah Ngawi, Jawa Timur, tersebutlah seorang raja bernama Prabu Aryo Seto
yang bertahta di Kerajaan Ringin Anom. Prabu Aryo Seto adalah seorang raja yang adil dan
bijaksana. Ia mempunyai seorang putri yang rupawan bernama Putri Kemuning. Sesuai
namanya, tubuh sang Putri sangat harum bagaikan bunga kemuning.
Suatu hari, Putri Kemuning tiba‐tiba terserang penyakit aneh. Tubuhnya yang semula berbau
harum, tiba‐tiba mengeluarkan bau yang tidak enak. Melihat kondisi putrinya itu, Sang Prabu
menjadi sedih karena khawatir tak seorang pun pangeran atau pemuda yang mau menikahi
putrinya itu. Berbagai upaya telah dilakukan oleh baginda, seperti memberikan putrinya
obat‐obatan tradisional berupa daun kemangi dan beluntas, namun penyakit sang putri
belum juga sembuh. Sang Prabu juga telah mengundang seluruh tabib yang ada di negerinya,
namun tak seorang pun yang mampu menyembuhkan sang Putri.
Hati Prabu Aryo Seto semakin resah. Ia sering duduk melamun seorang diri memikirkan nasib
malang yang menimpa putri semata wayangnya. Suatu ketika, tiba‐tiba terlintas dalam
pikirannya untuk melakukan semedi dan meminta petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
agar penyakit langka yang menimpa putrinya dapat disembuhkan.
Pada saat tengah malam, Sang Prabu dengan tekad kuat dan hati yang suci melakukan
semedi di dalam sebuah ruang tertutup di dalam istana. Pada saat baginda larut dalam
semedi, tiba‐tiba terdengar suara bisikan yang sangat jelas di telinganya.
“Dengarlah, wahai Prabu Aryo Seto! Satu‐satunya obat yang dapat menyembuhkan penyakit
putrimu adalah daun sirna ganda. Daun itu hanya tumbuh di dalam gua di kaki Gunung Arga
Dumadi yang dijaga oleh seekor ular naga sakti dan selalu menyemburkan api dari
mulutnya,” demikian pesan yang disampaikan oleh suara gaib itu.
Keesokan harinya, Prabu Aryo Seto segera mengumpulkan seluruh rakyatnya di alun‐alun
untuk mengadakan sayembara.
“Wahai, seluruh rakyatku! Kalian semua tentu sudah mengetahui perihal penyakit putriku.
Setelah semalam bersemedi, aku mendapatkan petunjuk bahwa putriku dapat disembuhkan
dengan daun sirna ganda yang tumbuh di gua di kaki Gunung Arga Dumadi. Barang siapa yang
dapat mempersembahkan daun itu untuk putriku, jika ia laki‐laki akan kunikahkan dengan putriku. Namun, jika ia perempuan, ia akan kuangkat menjadi anakku,” ujar Sang Prabu di
depan rakyatnya.
Mendengar pengumuman itu, seluruh rakyat Kerajaan Ringin Anom menjadi gempar. Berita
tentang sayembara itu pun tersebar hingga ke seluruh pelosok negeri. Banyak warga yang
tidak berani mengikuti sayembara tersebut karena mereka semua tahu bahwa gua itu dijaga
oleh seekor naga yang sakti dan sangat ganas. Bahkan, sudah banyak warga yang menjadi
korban keganasan naga itu. Meski demikian, banyak pula warga yang memberanikan diri
untuk mengikuti sayembara tersebut karena tergiur oleh hadiah yang dijanjikan oleh Sang
Prabu. Setiap orang pasti akan senang jika menjadi menantu atau pun anak angkat raja.
Salah seorang pemuda yang ingin sekali mengikuti sayembara tersebut adalah Jaka Budug.
Jaka Budug adalah pemuda miskin yang tinggal di sebuah gubuk reyot bersama ibunya di
sebuah desa terpencil di dalam wilayah Kerajaan Ringin Anom. Ia dipanggil “Jaka Budug”
karena mempunyai penyakit langka, yaitu seluruh tubuhnya dipenuhi oleh penyakit budug.
Penyakit aneh itu sudah dideritanya sejak masih kecil. Meski demikian, Jaka Budug adalah
seorang pemuda yang sakti. Ia sangat mahir dan gesit memainkan keris pusaka yang diwarisi
dari almarhum ayahnya. Dengan kesaktiannya itu, ia ingin sekali menolong sang Putri.
Namun, ia merasa malu dengan keadaan dirinya.
Sementara itu, para peserta sayembara telah berkumpul di kaki Gunung Arga Dumadi untuk
menguji kesaktian mereka. Sejak hari pertama hingga hari keenam sayembara itu
dilangsungkan, belum satu pun peserta yang mampu mengalahkan naga sakti itu. Jaka Budug
pun semakin gelisah mendengar kabar itu.
Pada hari ketujuh, Jaka Budug dengan tekadnya yang kuat memberanikan diri datang
menghadap kepada Sang Prabu. Di hadapan Prabu Aryo Seto, ia memohon izin untuk ikut
dalam sayembara itu.
“Ampun, Baginda! Izinkan hamba untuk mengikuti sayembara ini untuk meringankan beban
Sang Putri,” pinta Jaka Budug.
Prabu Aryo Seto tidak menjawab. Ia terdiam sejenak sambil memperhatikan Jaka Budug yang
tubuhnya dipenuhi bintik‐bintik merah.
“Siapa kamu hai, anak muda? Dengan apa kamu bisa mengalahkan naga sakti itu?” tanya
Sang Prabu.
“Hamba Jaka Budug, Baginda. Hamba akan mengalahkan naga itu dengan keris pusaka
hamba ini,” jawab Jaka Budug seraya menunjukkan keris pusakanya kepada Sang Prabu.
Pada mulanya, Prabu Aryo Seto ragu‐ragu dengan kemampuan Jaka Budug. Namun, setelah
Jaka Budug menunjukkan keris pusakanya dan tekad yang kuat, akhirnya Sang Prabu
menyetujuinya.

“Baiklah, Jaka Budug! Karena tekadmu yang kuat, maka keinginanmu kuterima. Semoga
kamu berhasil!” ucap Sang Prabu.
Jaka Budug pun berangkat ke Gunung Arga Dumadi dengan tekad membara. Ia harus
mengalahkan naga itu dan membawa pulang daun sirna ganda. Setelah berjalan cukup jauh,
sampailah ia di kaki gunung Arga Dumadi. Dari kejauhan, ia melihat semburan‐semburan api
yang keluar dari mulut naga sakti penghuni gua. Ia sudah tidak sabar ingin membinasakan
naga itu dengan keris pusakanya.
Jaka Budug melangkah perlahan mendekati naga itu dengan sangat hati‐hati. Begitu ia
mendekat, tiba‐tiba naga itu menyerangnya dengan semburan api. Jaka Budug pun segera
melompat mundur untuk menghindari serangan itu. Naga itu terus bertubi‐tubi menyerang
sehingga Jaka Budug terlihat sedikit kewalahan. Lama‐kelamaan, kesabaran Jaka Budug pun
habis.
Ketika naga itu lengah, Jaka Budug segera menghujamkan kerisnya ke perut naga itu. Darah
segar pun memancar dari tubuh naga itu dan mengenai tangan Jaka Budug. Sungguh ajaib,
tangan Jaka Budug yang terkena darah sang naga itu seketika menjadi halus dan bersih dari
penyakit budug.
Melihat keajaiban itu, Jaka Budug semakin bersemangat ingin membinasakan naga itu.
Dengan gesitnya, ia kembali menusukkan kerisnya ke leher naga itu hingga darah memancar
dengan derasnya. Naga sakti itu pun tewas seketika. Jaka Budug segera mengambil darah
naga itu lalu mengusapkan ke seluruh badannya yang terkena penyakit budug. Seketika itu
pula seluruh badannya menjadi bersih dan halus. Tak sedikit pun bintik‐bintik merah yang
tersisa. Kini, Jaka Budug berubah menjadi pemuda yang sangat tampan.
Setelah memetik beberapa lembar daun sirna ganda di dalam gua, Jaka Budug segera pulang
ke istana dengan perasaan gembira. Setibanya di istana, Prabu Aryo Seto tercengang ketika
melihat Jaka Budug yang kini kulitnya menjadi bersih dan wajahnya berseri‐seri. Sang Prabu
hampir tidak percaya jika pemuda di hadapannya itu Jaka Budug. Namun, setelah Jaka Budug
menceritakan semua peristiwa yang dialaminya di kaki Gunung Arga Dumadi, barulah Sang
Prabu percaya dan terkagum‐kagum.
Jaka Budug kemudian mempersembahkan daun sirna ganda yang diperolehnya kepada Sang
Prabu. Sungguh ajaib, Putri Kemuning kembali sehat setelah memakan daun sirna ganda itu.
Kini, tubuh Sang Putri kembali berbau harum bagaikan bunga kemuning.
Prabu Aryo Seto pun menetapkan Jaka Budug sebagai pemenang sayembara tersebut. Sesuai
dengan janjinya, Sang Prabu segera menikahkan Jaka Budug dengan putrinya, Putri
Kemuning. Selang berapa lama setelah mereka menikah, Prabu Aryo Seto meninggal dunia.
Setelah itu, Jaka Budug pun dinobatkan menjadi pewaris tahta Kerajaan Ringin Anom. Jaka
Budug dan Putri Kemuning pun hidup berbahagia.

* * *
Demikian cerita legenda Jaka Budug dan Putri Kemuning dari daerahNgawi,Jawa Timur.
Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita di atas di antaranya adalah keutamaan sifat
pemberani dan pandai menepati janji. Sifat pemberani ditunjukkan oleh Jaka Budug yang
tidak gentar melawan naga sakti. Berkat keberaniannya, ia berhasil mengalahkan naga itu
dan mengambil daun sirna ganda untuk mengobati penyakit Sang Putri. Dikatakan dalam
Tunjuk Ajar Melayu:

Wahai ananda banyakkan amal,
berani dengan gunakan akal
berbuat baik menari bekal
supaya mati tidak menyesal
Sementara itu, sifat pandai menepati janji terlihat pada sikap Prabu Aryo Seto yang
menikahkan Jaka Budug dengan Putri Kemuning. (Samsuni/sas/195/05‐10)


MENU LAIN NYA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Remons domino

Salam sloters Tambakselo 🙏🙏🙏🙏🙏, Remons RP full 2.22 --->>> DOWNLOAD Remons 2.22 buluk -----> DOWNLOAD Remons RP versi 2.21 ...